Sinopsis Novel Siti Nurbaya


 Novel Angkatan Sebelum Kemerdekaaan

Identitas Novel
Judul Novel                 : Siti Nurbaya
Sub Judul                    : Kasih Tak Sampai
Pengarang                   : Marah Rusli
Penerbit                       : Balai Pustaka
Tahun Terbit                : 1922 (cetakan pertama)
Tempat Terbit              : Jakarta
Kategori                      : Fiksi
Tebal Halaman            : 271 Halaman


Sinopsis
Novel ini menceritakan kisah cinta segitiga antara Siti Nurbaya, Samsul Bahri anak seorang Penghulu yang cukup terpandang di Padang dan Datuk Maringgih Saudagar Tua yang kaya raya dan Serakah. Semula Siti Nurbaya hidup cukup memprihatinkan bersama Baginda sulaiman seorang ayah yang sangat dicintainya ketika ibunya baru saja meninggal. Tapi akhirnya ayahnya bisa bangkit dari keterpurukan dengan berbekal kerja keras dan pinjaman modal dari seorang rentenir dan saudagar yang kaya raya bernama Datuk Marinnggih akhirnya Baginda Sulaiman menjadi pedagang yang cukup terkemuka di Padang

Di Siang yang terik itu dua sejoli yang bernama Samsul Bahri dan Siti Nurbaya berteduh berteduh sembari menunggu Pak Ali yang biasa menjemput mereka berdua dengan Bendinya di bawah pohon yang rindang di depan sebuah gedung sekolah milik Belanda. Ketika Pak ali datang mereka berdua bergegas pulang dan melanjutkan perbincangan mereka dalam perjalanan pulang. Sesampainya di rumah, Samsul Bahri melihat ayahnya yaitu Sultan Mahmud sedang menjamu Datuk Maringgih Itulah awal perjumpaan Datuk Maringgih dan Siti Nurbaya yang membuat  Datuk Maringgih mempunyai ambisi tersendiri terhadap Siti Nurbaya.

Cinta Siti Nurbaya kepada Samsul Bahri harus terpisah jarak ketika Samsul Bahri dan Kedua temanya yaitu Arifin dan Bakhtiar memutuskan untuk menempuh pendidikan di Jakarta. Kesedihan dan Kegundahan tampak selalu menyelimuti Hatinya.  Terlebih lagi ketika Kios-kios ayahnya ludes terbakar akibat ulah Datuk Maringgih yang menyuruh anak buahnya untuk membakar kios tersebut karena Datuk Maringgih tidak suka melihat ada usaha orang maju selain dirinya. Baginda Sulaiman rugi besar karena selain kios-kiosnya terbakar pelanggan-pelanggan nya dulu pun juga enggan berurusan dengannya lagi karena dihasut dan diancam Datuk Maringgih. Akhirnya Baginda Sulaiman memumtuskan untuk meminjam uang kepada Datuk Maringgih sebesar 10.000. dan akan dikembalikan dalam jangka waktu 5 bulan. Uang itudipakai Baginda Sulaiman untuk memulai usahanya kembali. Akan tetapi selama tiga bulan itu usahanya selalu rugi sehingga habislah uang itu. Saat itulah Baginda Sulaiman baru tahu bagaimana hati Datuk Maringgih kepadanya. Datanglah Datuk Maringgih menagih hutang, akan tetapi Baginda Sulaiman belum bisa membayarnya. Dan Diapun meminta waktu 1 minggu lagi untuk melunasinya. Dengan susah payah akhirnya disetujuinya dengan syarat apabila Baginda Sulaiman tidak bisa membayar,rumah dan barang-barang akan disitanya dan tetapi apabila Siti Nurbaya diberikan kepadanya Baginda Sulaimanpun boleh membayar kapanpun, jika ada uang. Baginda Sulaiman akan dimasukan ke dalam penjara waktu satu minggu pun telah habis. Karena tak tega melihat ayahnya dipenjara dan karena besarnya rasa cinta terhadap ayahnya akhirnya Siti Nurbaya mau dipersunting Datu Maringgih meski dengan berat hati.
                Ketika libur puasa tiba Samsul Bahri pulang ke Padang. Mendengar Baginda Sulaiman sakit Samsul Bahri pun menjenguknya disana ia bertemu dengan Siti Nurbaya.  Baginda Sulaiman berkata kepada Samsul agar Ia menjaga Nurbaya setelah Ia meninggal nanti. Setelah itu Nurbaya hendak mengantarkan Samsul pulang akan tetapi mereka terhenti dan duduk di kursi dekat pohon di depan rumah Nurbaya. Mereka berbincang-bincang, tiba-tiba muncul Datuk Maringgih. Terjadilah kesalah pahaman antara Datuk Maringgih dan Samsul Tiba-tiba datanglah masyarakat untuk melihat apa yang terjadi, tak lama kemudian Ayah Samsul Sutan Mahmud Syah untuk melerai perkelahian ini, saat itu Baginda Sulaiman keluar dan terjatuh, seketika itu pula Ia meninggal dunia. Menangislah Nurbaya dan Samsul pun diusir oleh Ayahnya. Lalu samsul pergi kembali ke Jakarta.
Mendengar  Samsul pulang ke Jakarta Nurbaya memutuskan menyusulnya. Rencana ini diketahui Datuk Maringgih anak buah Datuk Maringgih sehingga ia memfitnah Siti Nurbaya dan Pak Ali orang yang mengantar Siti Nurbaya  telah mencuri uangnya. Nurbaya dan Pak Ali disuruh pulang ke Padang untuk menyelesaikan masalah tersebut karena Nurbaya sedang sakit maka Ia dibawa ke rumah sakit di Jakarta. Setelah beberapa hari akhirnya Nurbaya sehat kembali. Setelah sampai di rumah RT ( tempat sementara Nurbaya tinggal di Jakarta), lalu Samsul menceritakan apa yang erjadi. Nurbaya sangat sedih, untuk menghibur Nurbaya lalu Samsul menajak Nurbaya berjalan-jalan. Keesokan paginya Nurbaya dan Pak Ali pulang ke Padang untuk menyelesaikan masalah itu. Dan ternyata Nurbaya dan Pak Ali tidak bersalah, akan tetapi Datuk Maringgih tidak mendapat hukuman karena Ia saudagar yang kaya raya di Padang. Paginya Nurbaya sedang berbincang-bincang di teras rumah dengan paman, Bibi, serta sepupunya. Saat itu lewatlah tukang kue dan Nurbaya membeli 4 buah kue lemang. Pamannya masuk ke dalam rumah dihabiskannya semua lemang itu karena Bibi dan Sepupunya itu sedang tidak ingin makan lemang. Bibinya menyuruh untuk merapikan teras. Saat Nurbaya dan Sepupunya berjalan masuk ke dalam rumah tiba-tiba Nurbaya jatuh, lalu diangkatlah Ia ke kamarnya dan Ia meminta Sepupunya untuk memijit kepalanya lama-kelamaan Ia tertidur dan nafasnya pun sudah tidak ada lalu sepupunya menjerit dan Paman dan Bibinya datang, ternyata Nurbaya pun sudah meninggal. Mereka pun menangis. Tukang kue tadi ternyata anak buah Datuk Maringgih, yang hendak membunuh Nurbaya dan mencampurkan racun ke lemang tadi karena mendengar Nurbaya meninggal Ibu Samsul pun meninggal dunia. Mereka berdua dikuburkan di gunung Panjang dekat dengan kuburan ayah Siti Nurbaya. Saat mendengar berita kematian 2 wanita yang dicintainya, Samsul merasa sangat sedih. Setelah mengirim surat permohonan maaf untuk ayahnya ia bunuh diri dengan menembakan pistol ke kepalanya.
Di Padang sebelum kedatangan para Tentara Belanda, pemerintah Padang sedang bermusyawarah tentang masalah uang Belasting. Dalam musyawarah itu Datuk Maringgih berusaha untuk menghasut  masyarakat yang lain agar tidak membayar uang belasting. Datuk Maringgih berhasil menghasut mereka, dan mereka menyatakan akan melawan para Tentara Belanda.
                Tibalah  kapal yang ditumpangi Tentara Belanda tiba di Pelabuhan Teluk Bayur, Padang. Samsul yang disangka orang-orang telah meninggal karena peristiwa bunuh dirinya itu datang lagi ke padang dengan identitas baru sebagai Letnas dengan menyewa bendi datang ke gunung Padang melihat makam Nurbaya, Siti Maryam, dan Baginda Sulaiman. Setelah melihat dan menangis di atas makam, pulanglah Letnan Mas. Malamnya orang-orang yang memakai pakaian serba putih sedang berkumpul, bermusyawarah tentang bagaimana menyerang para tentara Belanda. Tatkala kelihatan para tentara Belanda datang, gemparlah mereka mencari senjata. Setalah diminta baik-baik oleh tentara Belanda untuk menyerahkan diri tidak didengar oleh pemberontak, akhirnya perang terjadi. karena kalah para pemberontak melarikan diri para tentara mengejarnya. Saat Letnan Mas mengejar terlihat seorang yaitu Datuk Maringgih. Tetapi saat Datuk Maringgih melihat Letnan Mas dia terkejut, karena Dia sangat mirip dengan Samsul Bahri. Datuk maringgih mengarahkan parangnya ke arah Samsul begitu pula Samsul, ia mengarahkan Pistolnya ke kepala Datuk Maringgih. Mereka berdua meninggal karena luka mereka masing-masing. Sebelum meninggal di rumah sakit Letnan Mas meminta agar ia dipertemukan dengan ayahnya. Akhirnya Letnan Mas dipertemukan dengan Sutan Mahmud. Sutan Mahmud sangat terkejut karena Letnan Mas mirip dengan anaknya Samsul Bahri dan  menyesali perbuatanya setelah dijelaskan siapa sebenarnya Letnan Mas dan kronologisnya oleh dokter. Letnan Mas meninggal dan dimakamkan di antara makam Nurbaya dan siti Maryam.