Asa
Fiqhia
13010114120051
Pengkajian
Puisi
Kelas
B
Cermin
Oleh Sapardi Djoko Damono
*Cermin 1
cermin tak
pernah berteriak;
ia pun tak
pernah meraung, tersedan, atau terhisak,
meski apa
pun jadi terbalik di dalamnya;
barangkali
ia hanya bisa bertanya:
mengapa kau
seperti kehabisan suara?
*Cermin 2
mendadak kau
mengabut dalam kamar, mencari dalam cermin;
tapi cermin
buram kalau kau entah di mana, kalau kau mengembun dan menempel di kaca, kalau
kau mendadak menetes dan tepercik ke mana-mana;
dan cermin
menangkapmu sia-sia
A.
Analisis
puisi Cermin berdasarkan ketidak
langsungan ekspresi
Terdapat penyimpangan arti
(distorting of meaning) dalam puisi ini terutama pada bait pertama puisi cermin
2. Di bait pertama tersebut dikatakan kau
mengabut mungkin yang dimaksud
mengabut dalam puisi ini bukan tokoh kau mengeluarkan
kabut akan tetapi perlahan-lahan tidak
terlihat karena tertutup sesuatu. Untuk Displacing of meaning dan creating of
meaning dalam puisi ini saya kira tidak ada.
B. Analisis puisi berdasarkan Teori
Lapis Norma Roman Ingarden
a.
Lapis Suara
ia pun tak pernah meraung, tersedan,
atau terhisak, à aliterasi bunyi
(ter)
barangkali ia hanya bisa bertanya: à asonansi vokal
(a)
mendadak kau mengabut
dalam kamar, mencari dalam cermin; à aliterasi bunyi
(me)
tapi cermin buram kalau kau entah di mana, kalau kau mengembun dan menempel di kaca, kalau
kau mendadak menetes dan tepercik ke mana-mana;
b.
Lapis arti
Cermin merupakan suatu benda yang dapat memantulkan
bayangan yang ada di depannya. Bayangan itu sama persis dengan benda yang ada
di depannya. Jika benda yang ada di depan kaca diam maka bayangan yang ada di
dalam kaca juga akan diam, jika benda yng di depannya bergerak maka bayangan
yang ada di dalam kaca akan ikut bergerak. Walaupun tidak semua kaca bisa
merefleksikan benda yang ada di depannya dengan sempurna, karena ada kaca yang
merefleksikan bayangan benda dengan arah berbeda atau terbalik.
Meskipun terkadang cermin sepertu itu, “cermin tak
pernah berteriak;”. Karena bayangan yang ada di dalam kaca selamanya akan diam,
apabila kita berteriak dalam bayangan kaca, bayangan itu juga akan ikut teriak
tetapi teriak yang tidak mengeluarkan suara. Banyangan hanya menunjukkan
bagaimana ekspresi kita pada saat teriak. Karena cermin (tak pernah berteriak)
dia berperan memantulkan bayangan benda yang ada di depannya, cermin itu
merupakan benda mati. Cermin itu tidak dapat bersuara meskipun dia harus
menampilkan bayangan dri benda yang dia tidak suka.
Kenyataan tersebut mengakibatkan “ia pun tak pernah
meraung, tersedan, atau terhisak,”. Seperti inilah keadaan kaca, walaupun kita
memberikan goresan padanya yang dia tidak dapat melakukan sesuatu yang lebih
untuk membela atau menyuarakan kesakitan (meraung) atas goresan tersebut. Dia
tidak dapat mengungkapkan perasaan (terhisak) dan mengespresikan sesuatu yang
terjadi tidak sesuai dengan keinginannya yang menyakitinya atau yang membuatnya
terluka atau rusak.
“meskipun apa pun jadi terbalik di dalamnya;” ini
bukan merupakan keinginan cermin untuk membalik bayangan yang dia tangkap
tetapi karena dalam suatu proses pemantulannya mengharuskan terjadi sesuatu
yang membuat cermin memantulkan bayangan benda secara terbalik. Hal ini
memberiakan sebuah kesan “barang kali ia hanya bisa bertanya:”. Kaca tidak
dapat berprotes, kaca tidak bisa menyuarakan pendapatnya.
Walaupun apa yang terjadi terbalik (sebuah
realitas tidak sama dengan yang ada ada bayangannya), kaca tidak bisa melakukan
apa-apa. Oleh karena itu, kaca sering dianggap “mengapa kau seprti kehabisan
suara”. Artinya, kaca tidak bisa menyuarakan (kehabisan suara) segala sesuatu
yang tidak sesuai dengan realitasnya yang mengakibatkan nasip yang buruk,
ataupun sagala sesuatu yang tidak kita inginkan yang membuat kita tertekan,
menderita kaca hanya bisa membisu.
Dari puisi di atas, cermin ini menunjukkan sebuah
kehidupan yang memiliki batas untuk bergarak (terkekang). Batasan ini bukan
merupakan batasan secara fisik saja yang membatasi ruang gerak seseorang dimana
kehidupan yang digambarkan melalui kaca ini seseorang hanya bisa bergerak
berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan, seperti kaca yang hanya akan
memantulkan banyangan benda yang ada di depannya.
Pada situasi lain, kaca juga menggambarkan kehidupan
seseorang yang dibatasi secara batin juga. Karena cermin “ia pun tak pernah
meraung, tersedan, atau terhisak,”. Di sini menggambarkan batin juga mengalami
tekanan karena tidak dapat mengespresikan sesuatu yang mereka alami.
“mendadak kau
mengabut dalam kamar, mencari dalam cermin;” menggambarkan suatu kejadian yang
merubah situasi kamar menjadi remang (mengabut) bahkan tidak bisa di pantulkan
bayangan dalam kaca tersebut. Karena keadaan tersebut, “kau” kaget (mendadak)
terhadap perubahan keadaan tersebut. Dan dia mencari bayangan itu di dalam cermin
yang tak dapat lagi memantulkan bayangan tersebut. Dalam keadaan ini
digambarkan sebuah situasi yang membat tidak tenang, tidak nyaman, was-was dan
cemas, menimbulkan rasa takut dalam keadaan yang “mendadak kau mengabut dalam
kamar, mencari dalam cermin;”.
Pada saat bekaca, “kau” tidak dapat melihat
bayangannya karena cermin itu buram. Dia tidak tau di mana posisinya sekarang
“kalau kau entah dimana”. Karena sebuah perubahan dimana “kau” tidak dapat
menemukan posisinya di mana, seperti apa dia. Terjadi sebuah perubahan usaha
(menempel di kaca) berubah lebih baik atau terlihat baik (mengembun) untuk
mengembalikan keadaan tersebut pada tempatnya semula “kalau kau mengembun dan
menempel di kaca, kalau”. Menggambar sebuah usaha pendekatan objek yang menjadi
sumberdari bayangan terhadap kaca yang dapat menampilakan bayangan sehingga
“kau” dapat melihat bayangannya lagi.
Usaha itu sia-sia karena usahanya telah tertutup
oleh kabut tersebut. Sehingga, “kau memdadak menetes dan terpercik
kemana-mana;” embun itu terjatuh dan terpercik menjadi tetesan air menjelaskan
sebuah keadaan dimana usaha kebaikan yang dilakukan itu tidak terliahat dan
akhirnya terjatuh dan berantakan. Karena, sudah tidak terlihat bayangandalam
kaca maka dia tidak dapat mengetahui kekurangannya yang harus ia perbaiki dan
dia juga tidak mengetahui kelebihannya yang dapat ia pertahankan untuk untuk
melindungi posisinya sehingga dia tidak terjatuh (memdadak menetes dan
terpercik kemana-mana).
Dengan situasi tersebut, “dan cermin menangkapmu
sia-sia”. Segala sesuatu yang telah diusahakan pada saat situasi telak berubah
(mengabut) teah sia-sia. Cermin tidak bisa meihat usaha baik yang
dilakukan (cermin menangkapmu sia-sia). Dari berbagai uraian di atas,
dapat ditangkap gambarang seseorang yang berada pada situasi tertentu yang
telah mengalami perubahan tidak bisa mendapatkan sesuatu yang membuat dia tetap
bertahan. Misalnya seorang pengusa di masa kelamnya tidak mendapat kritik dan
saran dari bawahan yang dapat dia jadikan referesi supaya dia tetap dapat
menyelesaika masa kelam tersebut, sehingga dapat embantunya keluar dari masalah
ya ng mengancamnya. Karena dia tidak mendapatkan hal itu, maka dia jatuh dari
posisinya (menetes dan terpercik kemana-mana). Dan usaha yang dia lakuakan
untuk mendekati bawahannya sia-sia karena sudah dibutakan oleh keadaan (cermin
menangkapmu sia-sia). Usaha yang sia-sia dan berbagai peristiwa yang telah
diuraikan di atas menggambarkan sebuah kajadian yang metafisis.
c. Lapis dunia pengarang
Objek
dalam puisi berupa benda yaitu cermin.
Pelaku
dalam puisi ini adalah kau
Latar
tempat dalam puisi ini adalah sebuah kamar, mungkin lebih spesifiknya lagi di
sebuah kamar di depan sebuah cermin.
d.
Lapis dunia
Secara implisit makna yang
kita tangkap ketika membaca puisi ini adalah tentang bagaimana gambarang
seharusnya cermin di depan kita. Cermin harus menggambarkan apa yang sebenarnya
terjadi, cermin memang selalu menggambarkan kenyataan dengan tepat, namun
cermin selalu menampilkan kenyataan dari sisi/arah lain.
e.
Lapis
metafisis
Makna metafisi yang
terkandang dalam Cermin, 1 dan Cermin, 2, mereka memiliki nasip yang
tragis dalam situasi mereka masing-masing. Pada Cermin,1 dimana
sebagai cermin yang bertugas member sebuah gambaran untuk benda yang ada di depannya
dia tidak dapat menjalankanperan dan haknya sebagai kaca yang member masukan
dan kritikan terhadap sesuatu yang tidak baik bahkan menyimpang. Sehingga
keadaan ini menimbulkan tekanan bagi kaca, baik seara fisik dan batin.
Dalam puisi Cermin,2 menceritakan makna metafisi yang dialami
oleh benda yang berkaca tersebut. Karena keadaan telah berubah, dialah yang
rugi dengan keadaan tersebut. Walaupun dia telah berusaha untuk mmemberu yang
terbaik tetap hal itu telah tertutup olek keburukan skeadaan (mengabut)
tersebut. Tahun yang dituliskan oleh Sapardi Djoko Damono yaitu tahun 1982
memberikan kesan bahwa Puisi Cermin,1 dan Cermin, 2 ini menggambarkan
keadaan pada masa kedudukan bapak Soeharto yang benar-benar metafisis. Pada
cermin, 1 menggambarkan suatu keadaan masyarakat kita yang pada zaman dahulu
(masa kedudukan bapak Soeharto) dipaksa untuk mengikuti peraturan yang beliau
terapkan. Banyak masyarakat yang dilarang berpendapat, mengekspresikan ketiadak
puasan terhadap suatu keadaan, protes terhadap ketidak adilan, dan berbagai
kebebasan masyarakat yang sangat terkekang (Cermin,1).
Pada Cermin,2 menceritakan keadaan bapak Soeharto sendiri yang
telah melakukan berbuatan yang telah diurakan di asatas. Sehingga, karena
perbuatannya tersebut, beliau kehilangan kesempatanya untuk melihat bayangannya
sendiri. Beliau tidak bisa melihat kekurangan yang dapat menjatuhkan beliau
hingga pada saat 1998 belau lengser.
Judul kumpulan sajak yang sengaja ditampilkan juga memberi sebuah kesan
metafisis terhdap puisi Cermin,1 dan Cermin, 2 tersebut. Karena perahu
kertas bukan merupakan perahu yang kuat untuk berlayar, dia akan mudah rusak,
dan lunak apabila terkena air. Keadaan ini sangat cocok apabila disatukan
dengan masa 1982 yang merupakan bagian dari masa orde baru yang sangat
metafisis tersebut.
C. Analisis
puisi berdasarkan Teori Struktur Pembentuk Puisi (Surface Structure and Deep
Structure)
1.
Struktur fisik
(surface structure)
a. Diksi,
Dalam puisi ini pengarang
menyampaikannya dengan lugas menggunakan
kata-kata yang mudah dipahami pembaca. Kebanyakan pemilihan diksi dalam puisi
ini adalah menggunakan Blank Symbol.
b. Unsur bunyi
·
Rima
·
Irama
Puisi
ini menggunakan irama kesetiaan terbukti dengan dominasi akhiran /a/ di setiap akhir barisnya.
·
Rima akhir
2.
Struktur batin
(deep structure)
a.
Tema
Tema
yang diambil dalam puisi ini adalah tentang benda mati
b.
Rasa
Ada
rasa kesepian, tertekan, sedih, dan putus asa dalam tiap baris puisi ini.
c.
Nada
Nada
yang cocok untuk membawakan puisi ini adalah nada lembut namun dengan sedikit
ekspresi tertekan.
d.
Amanat
“Jadilah
seperti cermin, ia tidak pernah tertawa ketika orang lain menangis”
D. Analisisi
citraan dalam puisi
Dalam puisi ini terdapat
citraan penglihatan atau visual imagery serta citraan pendengaran atau auditory
imagery.
a.
Citraan
penglihatan atau visual imagery
mendadak kau
mengabut dalam kamar, mencari dalam cermin;
tapi cermin buram kalau kau entah di mana, kalau kau mengembun dan
menempel di kaca, kalau kau mendadak menetes dan tepercik ke mana-mana;
b.
citraan pendengaran
atau auditory imagery
cermin tak
pernah berteriak;
ia pun tak
pernah meraung, tersedan, atau terhisak,
mengapa kau
seperti kehabisan suara?
c. Citraan
gerak atau Movement Imagery
dan cermin menangkapmu sia-sia
E. Analisis
sarana retorika dalam puisi ‘Pada Suatu Hari’
*Cermin 1
cermin tak pernah berteriak;
ia pun tak pernah meraung,
tersedan, atau terhisak, à Pararelisme
meski apa pun jadi terbalik di dalamnya;
barangkali ia hanya bisa bertanya:
mengapa kau seperti kehabisan suara?
*Cermin 2
mendadak kau mengabut dalam kamar, mencari dalam
cermin;
tapi cermin buram kalau kau entah di mana, kalau kau mengembun dan menempel di kaca, kalau kau mendadak menetes dan tepercik ke mana-mana; à Pleonasme
dan cermin menangkapmu sia-sia
HILANG (KETEMU)
oleh: Sutardji Calzoum Bachri
batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
Kau kehilangan aku
batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
Kamu ketemu aku
walau huruf habislah sudah
alifbataku belum sebatas allah
oleh: Sutardji Calzoum Bachri
batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
Kau kehilangan aku
batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
Kamu ketemu aku
walau huruf habislah sudah
alifbataku belum sebatas allah
A.
Analisis
puisi Cermin berdasarkan ketidak
langsungan ekspresi
Puisi sangat ekpresif,
menurut saya pribadi Sutardji tidak menggunakan ketidaklangsungan ekspresi
dalam penulisan puisi ini.
B. Analisis puisi berdasarkan Teori
Lapis Norma Roman Ingarden
a.
Lapis Suara
batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
Kamu ketemu aku
walau huruf habislah sudah
alifbataku belum sebatas allah
*kata kehilangan dominan muncul ditengah tiap
baris puisi
puisi ini
bersajak ab-ab di awal-awal
b.
Lapis arti
batu kehilangan diam
sebuah batu tidak
mungkin bergerak jika tidak ada yang menggerakkannya.
jam kehilangan waktu
jam kehilangan waktu
Sebuah jam akan berguna
jika masih menunjukan waktu kepada kita.
pisau kehilangan tikam
pisau kehilangan tikam
Pisau digunakan untuk
memotong karena ketajamannya.
mulut kehilangan lagu
mulut kehilangan lagu
Dari mulut seseorang
bisa menyanyikan sebuah lagu yang indah
langit kehilangan jarak
langit kehilangan jarak
Langit dan bumi sangat
jauh jaraknya
*puisi ini mempunyai
makna ketidakbergunaan seseorang tanpa keahliannya dan karakter dirinya
sendiri. Kehilangan karakter tersebut bisa
menyebabkan seseorang menjauhi kita seperti bunyi di bait kedua Kau
kehilangan aku
batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
*maknanya sama seperti
bait pertama karena bunyinya sama. Namun bait ketiga ini sengaja diulang untuk
menguatkan isi puisi. Saat kita kehilangan karakter kita maka secara tidak
sadar kita juga kan mengerti bagaimana sifat asli dari orang-orang terdekat
kita seperti bunyi bait keempat Kamu
ketemu aku.
walau huruf habislah sudah
alifbataku belum sebatas allah
walau huruf habislah sudah
alifbataku belum sebatas allah
* makna bait terakhir
ialah tidak ada yang sempurna di dunia ini karena kesempurnaan hanya milik
allah
c.
Lapis dunia
pengarang
Objek
dalam puisi berupa benda yaitu kau.
Pelaku
dalam puisi ini adalah benda-benda yang mengalami kehilangan
d.
Lapis dunia
Secara implisit puisi ini
bermakna tentang kehilangan sesuatu yang paling berharga oleh kita. Sesuatu itu
adalah hal yang membuat kita dipandang orang lain, sesuatu itu adalah hal
membuat kita berguna bagi orang lain.
Ada kalanya kita terlalu sibuk mencari sesuatu hingga kita kehilangan
sesuatu yang berharga.
e.
Lapis
metafisis
batu kehilangan diam
sebuah batu tidak mungkin bergerak jika tidak ada
yang menggerakkannya.
jam kehilangan waktu
jam kehilangan waktu
Sebuah jam akan berguna jika masih menunjukan waktu
kepada kita.
pisau kehilangan tikam
pisau kehilangan tikam
Pisau digunakan untuk memotong karena ketajamannya.
mulut kehilangan lagu
mulut kehilangan lagu
Dari mulut seseorang bisa menyanyikan sebuah lagu
yang indah
langit kehilangan jarak
langit kehilangan jarak
Langit dan bumi sangat jauh jaraknya
*puisi ini mempunyai makna ketidakbergunaan
seseorang tanpa keahliannya dan karakter dirinya sendiri. Kehilangan karakter
tersebut bisa menyebabkan seseorang
menjauhi kita seperti bunyi di bait kedua Kau kehilangan aku
batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
*maknanya sama seperti bait pertama karena bunyinya
sama. Namun bait ketiga ini sengaja diulang untuk menguatkan isi puisi. Saat
kita kehilangan karakter kita maka secara tidak sadar kita juga kan mengerti
bagaimana sifat asli dari orang-orang terdekat kita seperti bunyi bait keempat Kamu ketemu aku.
walau huruf habislah sudah
alifbataku belum sebatas allah
walau huruf habislah sudah
alifbataku belum sebatas allah
* makna bait terakhir ialah tidak ada yang sempurna
di dunia ini karena kesempurnaan hanya milik allah
C. Analisis
puisi berdasarkan Teori Struktur Pembentuk Puisi (Surface Structure and Deep
Structure)
1.
Struktur fisik
(surface structure)
a.
Diksi,
Dalam puisi ini pengarang
menyampaikannya dengan lugas menggunakan
kata-kata yang mudah dipahami pembaca. Kebanyakan pemilihan diksi dalam puisi
ini adalah menggunakan Blank Symbol.
b.
Unsur bunyi
batu kehilangan
diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
Kamu ketemu aku
walau huruf habislah sudah
alifbataku belum sebatas allah
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
Kamu ketemu aku
walau huruf habislah sudah
alifbataku belum sebatas allah
kata kehilangan
dominan muncul ditengah tiap baris puisi
puisi ini
bersajak ab-ab di awal-awal
2.
Struktur batin
(deep structure)
a.
Tema
Tema
yang diambil dalam puisi ini adalah tentang kehilangan
b.
Rasa
Perasaan
yang kita rasakan setelah membaca puisi ini adalah penyesalan di bait pertama
lalu merasa lega di bait keempat.
c.
Nada
Nada
yang cocok untuk membawakan puisi ini adalah nada rendah.
d.
Amanat
“tidak ada yang
sempurna di dunia ini karena kesempurnaan hanya milik allah”
D. Analisisi
citraan dalam puisi
Tidak ada citraan dalam puisi ini
E. Analisis
sarana retorika dalam puisi ‘Pada Suatu Hari’
batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
*kata kehilangan sengaja diulang dengan maksud
dan tujuan yang serupa (Pararelisme)
yaitu ketidakmungkinan, ketidakberdayaan, ketidakbermaknaan.
Kau kehilangan aku
batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak
*Bait ketiga ini sama
bunyinya dengan bait pertama, mungkin maksud penulis disini untuk lebih
memperdalam kesan puitis ( Tautologi)
Kamu ketemu aku
walau huruf habislah sudah
alifbataku belum sebatas allah