Analisis Puisi



Asa Fiqhia
13010114120051
Pengakajian Puisi
Kelas B



I.        


Text Box: Mina

Tiga buah lubang
jadi sasaran lontaran
Berjuta orang mengepungnya
tapi setan lepas juga
masuk dalam diri lelaki
yang memaki-maki terinjak kaki

Tiga buah lubang
tak habis-habisnya diserbu
Tapi orang-orang penuh napsu
setan pun bersembunyi di situ
(Tak mungkin ia dilontar
Tak mungkin ia dilempar)

(Telah kulontar setan
tapi betapa berat melawan
hawa napsu yang tak karuan lubangnya
tak tentu dasarnya
Setiap hari, setiap saat
harus kukalahkan.
Alangkah berat!)

Tiga buah lubang
jadi sasaran lontaran.
Sedang setan
bersembunyi pada tiga juta lubang
para pelemparnya.

Analisis Puisi Mina Karya Ajip Rosyidi


A.    Analisis Puisi Menurut Teori Roman Ingarden (Teori Lapis Puisi)
a.       Lapis Bunyi
·        


Text Box: masuk dalam diri lelaki
yang memaki-maki terinjak kaki

Pada baris kelima dan keenam di bait pertama terdapat asonansi dan aliterasi bunyi /ri/ dab bunyi /ki/

·        


Text Box: Tiga buah lubang
tak habis-habisnya diserbu
Tapi orang-orang penuh napsu
setan pun bersembunyi di situ
(Tak mungkin ia dilontar
 Tak mungkin ia dilempar)

Pada bait kedua terdapat Asonansi bunyi /b/, dan vokal /u/. Untuk lebih jelasnya di baris pertama ada Asonansi bunyi /b/, baris kedua asonansi bunyi /bi/, baris keempat asonansi vokal /u/.

·        


Text Box: (Telah kulontar setan
tapi betapa berat melawan
hawa napsu yang tak karuan lubangnya
tak tentu dasarnya
Setiap hari, setiap saat
harus kukalahkan.
Alangkah berat!)

Di bait ketiga ada asonansi dan aliterasi vokal /a/, bunyi /ta/ atau /t/. Di baris ketiga dan keempat bait ketiga ada asonansi vokal /a/

b.      Lapis Arti
·         Bait Pertama
Tiga buah lubang secara gamblang menggambarkan ada Lubang yang berjumlah tiga buah, namun arti sebenarnya adalah Tiga buah tempat melempar jumrah yaitu Jumratul aqobah, Jumratul Ula, dan Jumratul Wustha.
jadi sasaran lontaran secara dasar berati lubang tersebut menjadi sasaran orang untuk melontarkan sesuatu, tapi maksud sebenarnya di sini ialah Jumrah yang menjadi tempat melontarkan kerikil bagi para jamaah ibadah haji.
Berjuta orang mengepungnya berdasarkan susunan katanya dapat dimaknai bahwa ketiga lubang tersebut dikepung oleh jutaan orang padahal makna sebenarnya ialah Jumrah tersebut adalah tempat berkumpulnya jamaah haji untuk melaksanakan rukun haji.
tapi setan lepas juga
masuk dalam diri lelaki
yang memaki-maki terinjak kaki
 secara gamblang berati ada setan yang lepas lalu merasuki seorang lelaki  namun maksud asli dari baris puisi ini adalah kemarahan yang muncul pada salah satu jamaah ibadah haji laki-laki akibat terinjak-injak jamaah lain.

·         Bait Kedua
Tiga buah lubang
tak habis-habisnya diserbu
Tapi orang-orang penuh napsu
setan pun bersembunyi di situ
(Tak mungkin ia dilontar
Tak mungkin ia dilempar)
Makna dari bait kedua ialah ada banyak jamaah haji yang terlalu bersemangat dan berlebihan dalam melempar jumrah sehingga kadang orang itu melukai jamaah haji lain. Adapun orang yang terlalu bersemangat dan orang yang terluka pasti menyimpan kekesalan dalam dirinya, sehingga kedua pihak tersebut merasa emosi merupakan sifat setan. Kegiatan jumroh memang melempari setan dengan kerikil, Namun tentu saja orang yang emosi tentu tidak bisa disamakan dengan lubang jumroh yang boleh dilempari kerikil.
·         Bait Ketiga
(Telah kulontar setan
tapi betapa berat melawan
hawa napsu yang tak karuan lubangnya
tak tentu dasarnya
Setiap hari, setiap saat
harus kukalahkan.
Alangkah berat!)
Maksud sebenarnya adalah pencipta puisi ini sudah menunaikan rukun ibadah haji yakni melempar jumroh, namun si penulis menyadari bahwa lebih mudah untuk melempar jumroh daripada melawan setan yang ada di dalam dirinya sendiri (hawa nafsu)

·         Bait Keempat
Tiga buah lubang
jadi sasaran lontaran.
Sedang setan
bersembunyi pada tiga juta lubang
para pelemparnya.
Setiap jamaah berfokus melaksanakan ibadah jumroh yang merupakan simbol dalam melawan setan. Padahal dalam diri mereka sendiri ada setan (hawa nafsu) yang harus mereka lawan.
c.       Lapis Pengarang
Ajip Rosidi telah melakoni proses hidup yang panjang, berinteraksi dengan pelbagai karakter, membaca kehidupan dalam rentang hidupnya itu dan juga pernah bermukim lama di Jepang, akhirnya merasakan bahwa ia adalah seorang Islam. Dan terangnya ia seorang Islam formalis yang berbeda sama sekali dengan Hasan Mustapa, ikon sufisme lokal yang selama awal kepengarangannya memberikan daya tarik dalam hidup dan pencapaian karya sastranya.
Ajip banyak merumuskan siapa dirinya dalam bingkai  Islam. Namun Islam manakah yang dilakoni Ajip Rosidi? Dan seperti yang dipaparkan Ajip, ia memang tidak menjalani Islam seperti Hasan Mustapa itu. Hasan Mustapa memandang Nabi Muhammad adalah sebuah simbol, sebagai penerima wahyu seperti Adam. Lain bagi Ajip Rosidi, Nabi Muhammad adalah rasul pembawa syariat dan hukum bagi manusia. Bahkan Ajip Rosidi pernah berhaji dengan pelukis Affandi, untuk menyempurnakan Rukun Islam yang kelima itu, yang juga sengaja mereka lakukan tidak lewat Indonesia.
d.      Lapis Dunia
Puisi ini bercerita tentang Pengarang yang merupakan seorang jamah haji yang sedang melakukan ritual melempar jumroh. Pada saat melaksanakan ibadah tersebut ia melihat orang-orang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya. Ada yang terlalu bersemangat melempar jumroh, ada yang emosi gara-gara melempar jumroh dan sebagainya.
e.       Lapis Metafisis
Dalam puisi ini pengarang menyadari bahwa melempar jumroh sebetulnya hanya simbolik saja dalam melawan setan karena cara melawan setan yang sebenarnya adalah dengan mengendalikan hawa nafsu kita sendiri.

B.     Analisis Puisi Menurut Teori Riffaterre
(Teori Ketidaklangsungan Ekspresi dalam puisi)
a.       Displacing
Penggunaan kata Setan yang bersembunyi untuk menggambarkan tabiat jahat yang ada dalam diri manusia.
Penggunaan kata lubang untuk melambangkan jiwa manusia.
b.      Distorting
Tidak ada penyimpangan makna dalam puisi ini
c.       Creatting
Tidak ada proses penciptaan makna dalam puisi ini
(Analisis Struktural Puisi)
a.       Surface Structure
·         Diksi dalam puisi ini kebanyakan menggunakan blank symbol atau simbol-simbol yang sudah umum dan banyak diketahu orang untuk melambangkan sesuatu. Sebenarnya hanya dua kata saja yang digunakan untuk melambangkan sesuatu. Kedua kata itu ialah Setan untuk melambangkan hawa nafsu dan Lubang yang melambangkan pori-pori/manusia.
·         Irama dalam puisi ini cukup bagus. Meski rima akhirnya tidak selalu sama namun puisi ini memiliki Asonansi dan Aliterasi. Asonansi dan Aliterasi dalam puisi ini contohnya ada dalam baris keenam yang memaki-maki terinjak kaki.

b.      Deep Structure
Di bait Pertama Tiga buah lubang secara gamblang menggambarkan ada Lubang yang berjumlah tiga buah, namun arti sebenarnya adalah Tiga buah tempat melempar jumrah yaitu Jumratul aqobah, Jumratul Ula, dan Jumratul Wustha. Jadi sasaran lontaran secara dasar berati lubang tersebut menjadi sasaran orang untuk melontarkan sesuatu, tapi maksud sebenarnya di sini ialah Jumrah yang menjadi tempat melontarkan kerikil bagi para jamaah ibadah haji. Berjuta orang mengepungnya berdasarkan susunan katanya dapat dimaknai bahwa ketiga lubang tersebut dikepung oleh jutaan orang padahal makna sebenarnya ialah Jumrah tersebut adalah tempat berkumpulnya jamaah haji untuk melaksanakan rukun haji.
tapi setan lepas juga
masuk dalam diri lelaki
yang memaki-maki terinjak kaki
secara gamblang berati ada setan yang lepas lalu merasuki seorang lelaki  namun maksud asli dari baris puisi ini adalah kemarahan yang muncul pada salah satu jamaah ibadah haji laki-laki akibat terinjak-injak jamaah lain.

Di Bait Kedua
Tiga buah lubang
tak habis-habisnya diserbu
Tapi orang-orang penuh napsu
setan pun bersembunyi di situ
(Tak mungkin ia dilontar
Tak mungkin ia dilempar)
Makna dari bait kedua ialah ada banyak jamaah haji yang terlalu bersemangat dan berlebihan dalam melempar jumrah sehingga kadang orang itu melukai jamaah haji lain. Adapun orang yang terlalu bersemangat dan orang yang terluka pasti menyimpan kekesalan dalam dirinya, sehingga kedua pihak tersebut merasa emosi merupakan sifat setan. Kegiatan jumroh memang melempari setan dengan kerikil, Namun tentu saja orang yang emosi tentu tidak bisa disamakan dengan lubang jumroh yang boleh dilempari kerikil.
Bait Ketiga
(Telah kulontar setan
tapi betapa berat melawan
hawa napsu yang tak karuan lubangnya
tak tentu dasarnya
Setiap hari, setiap saat
harus kukalahkan.
Alangkah berat!)
Maksud sebenarnya adalah pencipta puisi ini sudah menunaikan rukun ibadah haji yakni melempar jumroh, namun si penulis menyadari bahwa lebih mudah untuk melempar jumroh daripada melawan setan yang ada di dalam dirinya sendiri (hawa nafsu)

Bait Keempat
Tiga buah lubang
jadi sasaran lontaran.
Sedang setan
bersembunyi pada tiga juta lubang
para pelemparnya.
Setiap jamaah berfokus melaksanakan ibadah jumroh yang merupakan simbol dalam melawan setan. Padahal dalam diri mereka sendiri ada setan (hawa nafsu) yang harus mereka lawan.
II.     


Text Box: Cinta Tanpa Tanda

Telah ku tandakan semesta cintaku
kau tandaskan cinta tanpa tanda
Kuhasratkan isyarat sahaja
kau isyaratkan pintaku terlampau
terlampau berprasyarat cintaku
Kau isyaratkan cinta tanpa tanda

Berulang berbulan berwewinduan (kurindu)
Kupejam kutajamkan asah rasa (kubaca tanda)
Mata kubutakan terawangku hanya dengan rasa (kubaca tanda)
Kuping hidung lidah rabaanku pun telah kuenyahkan (kubaca tanda)
Tipu daya panca indrapun telah tuntas kusingkirkan (kubaca tanda)
Kutandai kurasai semesta yang tak kasat mata
Katamu kumasih jadi budak pancaindra yang membuatku terkecoh

Analisi Puisi Cinta Tanpa Tanda Karya Sujiwo Tejo

A.    Analisis Puisi Menurut Teori Roman Ingarden (Teori Lapis Puisi)
a.       Lapis Bunyi
Asonansi bunyi /a/ dan aliterasi bunyi /ta/ pada baris pertama.
Telah ku tandakan semesta cintaku
Asonansi vokal /a/ dan aliterasi bunyi /ta/
kau tandaskan cinta tanpa tanda
Asonansi vokal /a/ dan Aliterasi bunyi /ha/ dan /s/
Kuhasratkan isyarat sahaja
Asonansi bunyi /au/
kau isyaratkan pintaku terlampau
Asonansi vokal /a/
terlampau berprasyarat cintaku
Asonansi vokal /a/ dan Aliterasi bunyi /ta/
Kau isyaratkan cinta tanpa tanda
Aliterasi bunyi /ber/ dan /la/
Berulang berbulan berwewinduan (kurindu)
Aliterasi bunyi /ku/ dan /sa/
Kupejam kutajamkan asah rasa (kubaca tanda)
Asonansi vokal /a/
Mata kubutakan terawangku hanya dengan rasa (kubaca tanda)
Aliterasi bunyi /h/
Kuping hidung lidah rabaanku pun telah kuenyahkan (kubaca tanda)
Asonansi vokal /a/
Kutandai kurasai semesta yang tak kasat mata

b.      Lapis Arti
Telah ku tandakan semesta cintaku
Semesta berati semua/segalanya, dalam puisi ini bermakna tokoh aku telah menyerahkan seluruh cintanya.

kau tandaskan cinta tanpa tanda
Tokoh kau menetapkan cinta kepada  tokoh aku tanpa alasan yang tidak dimengerti tokoh aku

Kuhasratkan isyarat sahaja
Secara tersurat tokoh aku mempunyai keinginan yang hendak disampakan kepada tokoh kau hanya ingin memberi isyarat saja kepada tokoh kau. Mungkin arti isyarat yang sebenarnya adalah doa dan sedikit usaha.

kau isyaratkan pintaku terlampau
Tokoh kau memberi tahu bahwa permintaanya telah terkabul

terlampau berprasyarat cintaku
secara gamblang bermakna terkabul karena cinta dari tokoh aku namun mungkin arti sebenarnya adalah tokoh kau mengabulkan permintaan tokoh aku karena tokoh kau adalah orang yang sholeh.

Kau isyaratkan cinta tanpa tanda
Tokoh kau memberikankan cinta tanpa diketahui oleh tokoh aku.

Berulang berbulan berwewinduan (kurindu)
Kata berulang mengisyarakatkan bahwa tokoh aku selalu merindukan tokoh kau di tiap bulannya meski sudah satu windu lamanya. Mungkin arti sebenarnya adalah tokoh aku selalu rajin beribadah kepada tokoh kau dalam rangka mendekatkan diri.

Kupejam kutajamkan asah rasa (kubaca tanda)
Tokoh aku berusaha untuk merasakan cinta dari tokoh kau

Mata kubutakan terawangku hanya dengan rasa (kubaca tanda)
Tokoh aku berusaha memahami dengan segenap perasaannya.

Kuping hidung lidah rabaanku pun telah kuenyahkan (kubaca tanda)
Tipu daya panca indrapun telah tuntas kusingkirkan (kubaca tanda)
maksud dari kedua baris puisi diatas mungkin tokoh aku berusaha untuk Introspeksi diri dan menghilangkan segala apa yang ia lihat, dengar dan rasakan sebelumnya.
Kutandai kurasai semesta yang tak kasat mata mencintainya.
Tokoh aku berusaha mencari tahu dengan melihat dari orang-orang yang lebih shalih darinya

Katamu kumasih jadi budak pancaindra yang membuatku terkecoh
Tokoh kau mengisyaratkan bahwa cintanya sangat lembut hingga sulit untuk ditangkap pancaindra.

c.       Lapis Pengarang
Sujiwo Tejo memberi tafsiran mengenai ayat ihdinas shiratol mustaqim, menurutya arti dari ayat itu bukan tunjukkan aku jalan yang lurus, tetapi tunjukkan padaku asalku, yang membuatku. “Kalau aku mahasiswa pertanian, maka tunjukkan darimana aku berasal dari pertanian itu. Capailah Tuhan darimana kalian berasal,” tuturnya. Dalam dunia universitas sendiri, fakultas-fakultas bukanlah sebuah kamar, tetapi gerbang. “Jadi, gerbang apapun yang kamu lewati, kamu akan melihat Tuhan,” tambahnya.
Tuhan bagi Sujiwo Tejo sendiri merupakan sesuatu yang tak bisa diimajinasikan secara konret dalam pikiran. “Tuhan tak bisa kau bayangkan, sekali kau bayangkan itu bukan Tuhan,” kata budayawan yang memilih berdakwah lewat seni ini, karena baginya kalau menjadi sufi ia hanya berketuhanan untuk dirinya sendiri, seniman berketuhanannya dibagikan.
Berbicara cinta, Sujiwo Tejo mengutip pertanyaan yang dilontarkan Rahwana: Tuhan, kalau cintaku pada Sinta terlarang, kenapa kau bangun mega cinta itu di hatiku?
Sujiwo Tejo menganggap, tidak ada yang lebih mulia dari cinta. Cinta adalah sebuah martabat, dan menikah itu nasib, mencintai itu takdir. “Kamu bisa menikah dengan siapa saja, tapi kamu tak bisa menentukan cintamu untuk siapa,” ujarnya dalam, dan acara ditutup dengan akustikan lagu berjudul Jancuk.
d.      Lapis Dunia
Secara keseluruhan makna dari puisi Cinta Tanpa Tanda karya Sujiwo Tejo menurut saya ialah Hubungan antara tuhan dengan hambanya. Tuhan selalu mencintai hambanya tanpa tanda namun buktinya jelas. Tuhan selalu mencintai dan menyayangi setiap hambanya. Hamba (manusia) menandakan rasa cintanya dengan Isyarat atau yang dimaksud disini adalah Ibadah. Sedangkan Tuhan menunjukan rasa cintanya dengan memberikan rahmat dan rizqinya kepada umat manusia.
e.       Lapis Metafisis
Sebagai hamba biasa mungkin kita tidak bisa merasakan dan menghitung segala nikmat yang diberikan oleh Tuhan. Tuhan selalu ada untu manusia bahkan walaupun terkadang manusia melupakannya. Tuhan selalu baik kepada orang yang mencintainya.

B.     Analisis Puisi Menurut Teori Riffaterre
(Teori Ketidaklangsungan Ekspresi dalam puisi)
a.       Displacing
Penggunaan kata semesta untuk menggantikan kata semuanya.
Penggunaan kaya isyarat untuk menggantikan kata doa.
Penggunaan kata windu untuk menyebut delapan bulan lebih.

b.      Distorting
Ada  banyak penyimpangan makna dalam puisi ini terutama penggunaan kata “Kau” untuk melambangkan yang maha kuasa.

c.       Creatting
Tidak ada proses Creatting dalam puisi ini

(Analisis Struktural Puisi)
a.       Surface Structure
Waktu pertama kali membaca puisi  ini mungkin kebanyakan orang akan beranggapan bahwa ini adalah puisi romantis yang membicaraka tentang cinta. Awalnya  saya pikir juga demikian, saya bahkan sudah hampir selesai menganalisis dengan pemaknaan puisi ini sebagai puisi romantis. Namun setelah saya baca-baca lagi puisi ini juga mempunya makna lain.

·         Diksi
Permainan kata dalam puisi ini dikemas cukup apik, ada banyak pengulangan kata-kata dari baris sebelumnya yang justru membuat puisi ini bertambah menarik:
Telah ku tandakan semesta cintaku
kau tandaskan cinta tanpa tanda
Kuhasratkan isyarat sahaja
kau isyaratkan pintaku terlampau
Dibaca sekilas mungkin akan terlihat kaau puisi ini menggunakan blank symbol,namun jika dianalisa lebih jauh barulah ketahuan bahwa puisi ini menggunakan Private symbol.


·         Bunyi
Ada asonansi dan aliterasi yang tambah menambah sisi estetika puisi ini
Berulang berbulan berwewinduan (kurindu)

Terdapat rima akhir yang selaras di bait kedua:
Kupejam kutajamkan asah rasa (kubaca tanda)
Mata kubutakan terawangku hanya dengan rasa (kubaca tanda)
Kuping hidung lidah rabaanku pun telah kuenyahkan (kubaca tanda)
Tipu daya panca indrapun telah tuntas kusingkirkan (kubaca tanda)
Kutandai kurasai semesta yang tak kasat mata
Katamu kumasih jadi budak pancaindra yang membuatku terkecoh

b.      Deep Structure
Telah ku tandakan semesta cintaku
Semesta berati semua/segalanya, dalam puisi ini bermakna tokoh aku telah menyerahkan seluruh cintanya.

kau tandaskan cinta tanpa tanda
Tokoh kau menetapkan cinta kepada  tokoh aku tanpa alasan yang tidak dimengerti tokoh aku

Kuhasratkan isyarat sahaja
Secara tersurat tokoh aku mempunyai keinginan yang hendak disampakan kepada tokoh kau hanya ingin memberi isyarat saja kepada tokoh kau. Mungkin arti isyarat yang sebenarnya adalah doa dan sedikit usaha.

kau isyaratkan pintaku terlampau
Tokoh kau memberi tahu bahwa permintaanya telah terkabul

terlampau berprasyarat cintaku
secara gamblang bermakna terkabul karena cinta dari tokoh aku namun mungkin arti sebenarnya adalah tokoh kau mengabulkan permintaan tokoh aku karena tokoh kau adalah orang yang sholeh.

Kau isyaratkan cinta tanpa tanda
Tokoh kau memberikankan cinta tanpa diketahui oleh tokoh aku.

Berulang berbulan berwewinduan (kurindu)
Kata berulang mengisyarakatkan bahwa tokoh aku selalu merindukan tokoh kau di tiap bulannya meski sudah satu windu lamanya. Mungkin arti sebenarnya adalah tokoh aku selalu rajin beribadah kepada tokoh kau dalam rangka mendekatkan diri.

Kupejam kutajamkan asah rasa (kubaca tanda)
Tokoh aku berusaha untuk merasakan cinta dari tokoh kau

Mata kubutakan terawangku hanya dengan rasa (kubaca tanda)
Tokoh aku berusaha memahami dengan segenap perasaannya.

Kuping hidung lidah rabaanku pun telah kuenyahkan (kubaca tanda)
Tipu daya panca indrapun telah tuntas kusingkirkan (kubaca tanda)
maksud dari kedua baris puisi diatas mungkin tokoh aku berusaha untuk Introspeksi diri dan menghilangkan segala apa yang ia lihat, dengar dan rasakan sebelumnya.
Kutandai kurasai semesta yang tak kasat mata mencintainya.
Tokoh aku berusaha mencari tahu dengan melihat dari orang-orang yang lebih shalih darinya

Katamu kumasih jadi budak pancaindra yang membuatku terkecoh
Tokoh kau mengisyaratkan bahwa cintanya sangat lembut hingga sulit untuk ditangkap pancaindra.

III.             Kesimpulan
Baik menganalisi menggunakan teori Roman Ingarden maupun Rifattere keduanya sama-sama dapat mengungkap makna puisi. Akan tetapi menurut saya penangkapan makna puisi itu justru terletak pada diri si pembaca sendiri.