a.
Ulasan
Buku Teori Pengkajian Fiksi Karya
Burhan Nurgiyantoro
Pengarang : Burhan Nurgiyantoro
Judul Buku : Teori Pengkajian Fiksi
Penerbit : Gadjah Mada University
Press
Tahun Terbit : Cetakan ke IX (Maret 2012)
Tebal Halaman : xiv + 346
a)
Orientasi
Buku ini banyak
membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan keteorisastraan yang
jumlahnya relatif banyak. Buku ini sepertinya sengaja ditulis sebagai bahan
bacaan mahasiswa jurusan bahasa dan sastra. Buku ini tidak berisi tentang
bagaimana caranya menulis karya yang baik atau sebagainya melainkan lebih
mengkhususkan memberikan pemahaman kepada pembaca menganai teori fiksi itu
sendiri.
b)
Tafsiran
Sebuah karya
sastra umumnya terdiri atas dua unsur yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Namun buku ini berbeda, buku ini hanya membicarakan unsur-unsur
karya fiksi dan tidak secara khusus membahas tentang unsur ekstrinsiknya. Teori
fiksi di sini dibahas secara tuntas dari segi pembangunnya. Hal ini menurut
saya mugkin jika diberi pembahasan tentang unsur ekstrinsiknya pembahasannya
akan terlampau luas sehingga bahasan mengenai teori sastra itu menjadi tidak
spesifik lagi.
Buku yang
terdiri dari sepuluh bab ini dibuk dengan pembahasan mengenai pengertian dan
hakikat fiksi, pembedaan fiksi, dan unsur-unsur fiksi. Namun pembahasan itu
masih berupa gambaran umum sehingga tidak dijelaskan secara mendetail. Di akhir
bab satu penulis juga menggunakan bagan yang menurut saya cukup membantu untuk
memahami peta konsep buku ini dan kemana arah pemabahasan buku ini di bab
selanjutnya.
Pada bab dua
dijelaskan tentang hakikat kajian fiksi, kajian struktural, kajian semiotik,
kajian intertekstual, dan Dekontruksi karya fiksi. Pada bab ini penulis cukup
lugas dalam memaparkan teori-teori fiksi yang dikuasainya terutama pada bagian
teori semiotika dan teori dekontruksi. Bab selanjutnya sampai bab terakhir
membahas tentang unsur Intrinsik Karya fiksi berupa Tema, Plot, Tokoh dan
Penokohan, Latar, Sudut Pandang, dan Amanat.
Unsur intrinsik pertama yang dibahas dalam buku ini
adalah Tema. Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang
bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik dan situasi
tertentu. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat
menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum,
lebih luas, dan abstrak. Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi tidak
secara sengaja disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada
pembaca. Namun, tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita dengan
sendirinya ia akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya.Eksistensi
atau kehadiran tema adalah terimplisit dan merasuki keseluruhan cerita, dan
inilah yang menyebabkan kecilnya kemungkinan pelukisan secara langsung
tersebut. Penafsiran tema (utama) diprasyarati oleh pemahaman cerita secara
keseluruhan. Pengertian tema menurut Stanton yaitu makna sebuah cerita yang
khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema
menurutnya kurang lebih dapat bersinonim dengan ide utama (central idea) dan
tujuan utama (central purpose). Tema denang demikian dapat dipandang sebagai
dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel.
Cerita dan
plot merupakan dua unsur fiksi yang amat erat berkaitan sehingga keduanya,
sebenarnya, tak mungkin dipisahkan. Bhkan lebih dari itu, obyek pembicaraan
cerita dan plot boleh dikatakan sama: peristiwa. Membaca sebuah karya fiksi,
novel maupun cerpen, pada umumnya yang pertama-tama menarik perhatian orang
adalah ceritanya. Faktor cerita inilah terutama yang mempengaruhi sikap dan
selera orang terhadap buku yang akan, sedang, atau sudah dibacanya. Plot sebagai peristiwa-peristiwayang
ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang
menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Penampilan
peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan diri dari urutan waktu saja
belum merupakan plot, agar menjadi suatu plot maka peristiwa-peristiwa tadi
harus diolah dan disiasati secara kreatif. Sehingga hasil pengolahan dan
penyiasatan itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan menarik, khususnya
dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan secara keseluruhan.
Penokohan
merupakan bagian, unsur, yang bersama dengan unsur-unsur yang lain membentuk
suatu totalitas.penokohan dan pemplotan. Dalam kehidupan sehari-hari manusia,
sebenarnya, tak ada plot. Plot merupakan suatu yang bersifat artifisial.
Berhadapan dengan tokoh-tokoh fiksi, pembaca sering memberikan reaksi emotif
tertentu seperti merasa akrab, simpati, empati, benci, antipati, atau berbagai
reaksi afektif lainnya. Sama halnya dengan unsur plot dan pemplotan, tokoh dan
penokohan merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Seperti dikatakan
oleh Jones, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang
yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Fiksi adalah suatu bentuk karya kreatif
mka bagaimana pengarang mewujudkan dan mengembangkan tokoh-tokoh ceritanya pun
tidak lepas dari kebebasan kreatifitasnya.
Latar atau
setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian
tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar sebuah karya fiksi barang kali
hanya berupa latar yang sekedar latar, berhubung sebuah cerita memang membutuhkan
landas tumpu, pijakan. Latar netral tak memiliki dan tak mendeskripsikan sifat
khas tertentu yang menonjol yang terdapat dalam sebuah latar, sesuatu yang
justru dapat membedakannya dengan latar-latar lain. Unsur latar yang ditekankan
perannya dalam sebuah novel, langsung ataupun tak langsung, akan berpengaruh
terhadap elemen fiksi yang lain, khususnya alur dan tokoh. Pembicaraan di
atas sebenarnya telah menunjukkan betapa eratnya kaitan antara latar dan
unsur-unsur fiksi yang lain. Latar sebuah karya yang sekedar berupa penyebutan
tempat, waktu, dan hubungan sosial tertentu secara umum, artinya bersifat
netral, pada umumnya tak banyak berperanan dalam pengembangan cerita secara
keseluruhan.
Pengertian
sekitar sudut pandang. Sudut pandang, poin point of view, menyaran pada cara
sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang
dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar
dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Dewasa ini betapa pentingnya sudut pandang dalam karya fiksi tak lagi diragukan
orang.
Sudut
pandang dianggap sebagai salah satu unsur fiksi yang penting dan menentukan.
Penyimpangan sudut pandang bukan hanya menyangkut masalah persona pertama atau ketiga,
melainkan lebih berupa pemilihan siapa tokoh “dia” atau “aku” itu, siapa yang
menceritakan itu, anak-anak, dewasa, orang desa yang tak tahu apa-apa, orang
modern, politikus, pelajar, atau yang lain.
Bahasa dalam
seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan
unsur bahan, alat, sarana, yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang
mengandung “nilai lebih” dari pada sekedar bahannya itu sendiri. Pada umumnya
orang beranggapan bahwa bahasa sastra berbeda dengan bahasa non sastra, bahasa
yang dipergunakan bukan dalam (tujuan) pengucapan sastra. Namun, dalam
“perbedaan”-nya itu sendiri tidaklah bersifat mutlak, atau bahkan sulit
didefinisikan.
Stile dan
Nada. Nada (tone), nada pengarang (authorial tone) dalam pengertian yang luas,
dapat diartikan sebagai pendirian atau sikap yang diambil pengarang (tersirat,
implied author) terhadap pembaca dan terhadap (sebagian) masalah yang
dikemukakan.
c)
Evaluasi
Teori yang disajikan dalam buku ini
sudah lengkap, akan tetapi saya agak sulit memahami sub-bab yang kadangkala ada
di tengah-tengah materi tanpa tersusun dengan rapi.